Berkenalan
dengan Oma Deta
Ini kisah
yang terjadi empat tahun lalu. Saya posting di sini karena saya tiba-tiba
teringat kepada seorang ibu tua yang ramah. Bagaimana kabar beliau sekarang? Saya baru sekali bertemu dan belum pernah bertemu lagi dengannya. Saya kisahkan kembali perkenalan saya dengannya empat tahun silam.
Wanita
lanjut usia yang baru saya kenal ini namanya Ibu Deta, mungkin panggilan
singkat dari nama Bernadeta. Kami berkenalan ketika sama-sama menunggu bus kota
yang lama banget enggak ada yang lewat di helte Taman Suropati, tempat kami
menunggu. Ketika saya sudah menunggu sekitar 15 menitan, datanglah Ibu Deta.
Sendirian, dengan senyum ramah meski saya belum mengenalnya, menghampiri tempat
duduk di sebelah saya.
Obrolan
awal dibuka dengan pertanyaan, sudah berapa lama saya menunggu bus kota? Sambil
menunggu, obrolan pun mengalir. Rasanya kami kayak sudah berteman lama. Usia Bu
Deta sudah 78 tahun. Karenanya dia lebih suka disapa dengan sebutan Oma, atau
Nenek, ketimbang Ibu. Mungkin perbedaan usia yang seperti ibu dan anak dengan
saya, dia lebih nyaman disapa Oma.
Oke, Oma
Deta yang ramah…
Setiap
hari Minggu Oma Deta pergi ke gereja di daerah Menteng Jakarta Pusat, menempuh
perjalanan dari rumahnya di Bekasi dengan angkutan umum. Usia tuanya tidak
menghalangi semangatnya datang ke rumah ibadah setiap minggu.
“Saya
punya teman masa kecil di daerah Jatinegara, dan kami sering janjian ketemu di
terminal Kampung Melayu. Lalu kami naik bus berbarengan sampai Taman Suropati.
Teman saya menuju masjid Sunda Kelapa untuk pengajian, saya ke gereja. Lalu
pulangnya kami janjian lagi, di helte taman ini. Tapi sayang hari ini dia nggak
berangkat, saya jadi sendiri. Tapi nggak apa-apa, saya jadi kenalan dengan
kamu, Nak,” katanya kepada saya. Oma Deta semasa kecil tinggal di bilangan
Jatinegara. Lalu sejak hampir 40 tahun lalu tinggal di Bekasi.
“Saya
senang bersahabat dengan siapa saja, tidak pandang agama, ras, suku apa. Saya
senang berkenalan dengan orang lain menghormatinya karena kebaikannya,
kesalehannya,” jelas Oma.
Seperti
membaca riwayat hidup, cerita Oma Deta pun mengalir begitu saja. Penampilannya
yang rapi dan sehat di usia tua menyiratkan kalau dia menjalani hidup tertib
sejak muda. Suaminya yang tentara sudah lama meninggal karena sakit sebelum
masa pensiun tiba. Jadilah Oma yang menjanda tanpa uang pension harus bekerja saat
itu. Hidup tanpa anak tidak membuatnya sedih dan kesepian, karena di kantornya
Oma dikelilingi anak-anak muda yang ia anggap sebagai anaknya. Sudah seperti
saudara. Ia bilang, kantornya perusahaan kecil tapi sangat kerasan kerja di
situ sampai waktu yang sangat lama. Pembantu rumah tangganya pun kerja padanya
sampai beranjak tua, dan sekarang hanya datang seminggu beberapa kali membantu
membersihkan rumah Oma.
“Saat
Bekasi diberitakan ada banjir besar, anak-anak buah banyak yang telepon, apakah
saya baik-baik saja. Tukang majalah langganan di kantor semasa saya kerja juga
mengunjungi saya, khawatir kalau-kalau saya yang tinggal sendiri tidak ada yang
menolong,” katanya. Oma bersyukur, merasakan kedekatannya dengan Tuhan
terwakili oleh perhatian orang-orang yang dekat di hatinya.
Bus yang
kami tunggu sudah satu jam belum datang juga. Waktu menunggu sejam tidak terasa
karena asyik ngobrol. “Kita naik bajaj aja yuk? Ongkosnya kita share berdua.
Kita bisa turun di Jatinegara, saya melanjutkan naik mikrolet ke Pulo Gadung,
dan Ananda lanjutkan perjalanan pulang juga. Bagaimana? Oh, tapi sebentar! Saya
lihat ongkos saya dulu ya? Jangan-jangan dengan naik bajaj nanti saya kehabisan
ongkos sampai ke rumah,” Oma Deta langsung merogoh ke dalam tasnya.
“Oma
nggak perlu bayar ongkos bajaj. Biar saya saja, yuk?” Ajak saya karena Oma
sepertinya kesulitan merogoh tasnya.
“Oh,
jangan! Saya kan yang mengajak share naik bajaj? Lagian kita baru kenal, masa’
saya membebani kamu? Wah, ada nih uangnya! Puji Tuhan ada uang cukup kok untuk
sampai ke rumah!” Oma Deta menunjukkan senyum senangnya. Saya diburu keharuan.
Oma yang sudah tua benar-benar mandiri, dan tidak mau merepotkan orang lain.
Kami pun
melangkah dari halte bus kea rah jalan sisi kanan Taman Suropati untuk menyetop
bajaj. Sekali tawar, supir bajaj pun luluh oleh kami berdua. Bajaj langsung
melaju, melewati Pasar Rumput, Manggarai, Matraman, dan Jatinegara. Oma Deta
merasa senang siang itu, saya juga.
Semoga Oma Deta sehat wal'afiat sampai sekarang.
Menteng, 18 Desember 2020